Senin, 17 Oktober 2011

7 kesalahan berfikir


1. Over-Generalisation : Yaitu, penggunaan satu dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat umum. Kerancuan berpikir seperti ini acap kali terjadi dalam lingkungan kita. Misalnya, ketika sebagian teroris itu adalah memeluk agama Islam. Maka dengan serta merta Amerika dan Dunia Barat mengatakan bahwa Islam adalah teroris. Nampaknya negara super power itu terjebak dengan apa yang kita sebut dengan over-generalisation. Demikian pun halnya apa yang dikatakan Karen Armstrong penulis yang terkenal itu dalam bukunya “A history of God, Nizam Press 2001”, bahwa Tuhan telah mati, karena di Eropa gereja-gereja sudah kosong. Ini adalah salah satu bentuk kesalahan berpikir juga, karena tidak bisa gereja yang kosong dijadikan parameter tentang matinya Tuhan, bukankah gereja hanya milik orang Kristen saja dan bukankah pula itu terjadi hanya di Eropa saja. Bagaimana dengan Tuhannya orang Islam, Hindu, Budha ? bagaimana dengan gereja-gereja di luar Eropa?.
2. Post Hoc Ergo Proter Hoc : Inti dari kesalahan berpikir ini ketika seseorang berargumentasi dengan menghubungkan sesuatu yang tidak berhubungan. Misalnya, ketika KH. Zainuddin MZ dalam salah satu kegiatan tournya untuk ceramah keliling di berbagai daerah. Di salah satu daerah sebelum beliau naik mimbar untuk berceramah hujan begitu deras turun dan ketika ia naik untuk ceramah maka hujan pun jadi reda. Lalu orang di dalam mesjid pada umumnya mengambil kesimpulan bahwa karena K.H.Zainuddin MZ lah sehingga hujan menjadi reda, nampaknya para penikmat ceramah telah terjebak dalam kesalahan berpikir tersebut.
3. Argumentum Ad Verecundiam : Berargumentasi dengan menggunakan otoritas seseorang yang belum tentu benar atau berhubungan demi membela kepentingannya dalam hal ini kebenaran argumentasinya. Seperti contoh yang sangat ekstrim pada doktrin yang beredar dalam masyarakat kita yang difatwakan Ibnu Taimiyah yang berbunyi; “Barang siapa yang berlogika maka ia kafir” sehingga dari fatwa yang belum tentu benar ini, seringkali saya bertemu orang yang mengambil kesimpulan bahwa karena Ibnu Taimiyah mengharamkan logika maka kita hendaknya tidak belajar logika atau karena Imam Al-Ghazali melarang filsafat maka haram hukumnya belajar filsafat. Maka seluruh umat Islam jangan belajar filsafat, karena hal itu menyesatkan. Di sini kita terjebak Argumentum Ad Verecumdiam. Adapun argumentasi tentang ketidak-benaran kedua fatwa tersebut akan kita bahas pada pembahasan doktrin-doktrin yang keliru.
4. Circular Reasoning : Circular Reasoning artinya pemikiran yang berputar-putar, menggunakan kesimpulan untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk mendukung kesimpulan awal. Misalnya terjadi perdebatan tentang pembuktian keberadaan Tuhan dengan mengatakan bahwa “adanya Tuhan terbukti karena adanya alam ini, karena Tuhanlah yang menciptakan alam”. Tetapi jika ditanya, apa buktinya bahwa alam ini Tuhan yang ciptakan ? Ya.., karena Tuhan maha pencipta maka alam ini Tuhan yang ciptakan. Terus ditanya lagi apa bukti bahwa Tuhan maha pencipta? Ya.., tentu saja karena adanya alam ini. Dengan jawaban seperti ini, kita akan kembali masalah awal lagi. Perdebatan ini terus berputar di sekitar itu saja. Contoh lain ketika seorang peserta Bastra (Basic Training) HMI berdebat dengan saya, ia ingin membuktikan ketauhidannya dengan mengatakan bahwa “Hanya ada satu Tuhan yakni Allah”. Dan saya balik tanya apa buktinya bahwa Allah itu satu? Ya .., tentu saja Allah itu satu karena jika lebih dari satu Allah itu akan berkelahi dengan Tuhan lainnya. Terus saya tanya lagi, apa buktinya jika Allah lebih dari satu itu akan berkelahi? Ya.., tentu saja karena jika Allah satu dia tidak akan berkelahi karena tidak ada lawannya berkelahi. Terus ditanya lagi, apa buktinya bahwa Allah itu satu. Ya.., kalau Allah lebih dari satu ia akan berkelahi. Yah…kembali lagi kepermasalahan awal ! Inilah contoh Circular Reasoning. Ini sama saja pernyataan bahwa Tuhan itu terbukti adil karena jika dia tidak adil dia bukan Tuhan. Makanya Tuhan itu terbukti adil.
5. Black and White Fallacy : Inti dari kesalahan berfikir ini ketika seseorang melakukan penilaian atau berargumentasi berdasarkan dua alternative saja dan menafikan alternative lain.
6. The Fallacy of Illicit Minor : Kesalahan berfikir ini terjadi dikarenakan menghubungkan pernyataan yang bersifat khusus dengan pernyataan yang bersifat umum dengan cara melampaui hubungan kedua pernyataan tersebut. Misalnya, Pernyataan pertama, wajah Laskar Jihad seram-seram. Pernyataan kedua, Laskar Jihad adalah umat Islam. Kesimpulan, wajah umat Islam seram-seram.
7. The Fallacy of Illicit Mayor : Kesalahan berfikir ini kebalikan dari point enam, yakni menghubungkan pernyataan yang bersifat umum dengan pernyataan yang bersifat khusus meskipun melampaui hubungan keduanya. Contoh ; Premis pertama : Manusia bisa salah. Premis kedua : Muhammad SAW manusia. Kesimpulan : Muhammad SAW bisa salah. Bandingkan Premis pertama : Manusia bisa benar. Premis kedua : Fir’aun manusia. Kesimpulan : Fir’aun bisa benar. Dan apakah ini berarti Fir’aun pasti benar. Dan jika premis ini kita terima berarti, Al Qur’an pun menjadi bisa salah yang memastikan Fir’aun salah, yang ternyata Fir’aunnya bisa benar.
8. Argumentum Ad Miseria : Kesalahan berfikir karena menarik kesimpulan dengan berdasarkan rasa kasihan tanpa berdasarkan bukti. Misalnya, “memang benar Soeharto itu korupsi, tetapi dia kan juga mantan Presiden kita.
9. The Fallacy Of The Undistrubed Midle Term : Kesalahan berfikir karena orang yang mengambil kesimpulan tidak melakukan sesuatu apapun selain menghubungkan dua ide dengan ide ketiga, dan dalam kesimpulannya orang yang mengambil ide mengklaim bahwa telah menghubungkan satu sama lain. Misalnya, Katolik percaya adanya sistem kependetaan yang harus diikuti. Islam percaya adanya sistem keulamaan yang harus diikuti. Jadi Islam itu identik dengan Katolik, ini sama saja dengan kesalahan kesimpulan premis berikut; jika 2+2 = 4 dan 100-96 = 4 maka 2+2 itu identik dengan 100-96. Atau Islam percaya sama Tuhan, Hindu percaya sama Tuhan, apakah ini berarti Islam dan Hindu identik?.
10. Fallacy Determinisme Paranoid : Pada umumnya istilah paranoid kita kenal dalam disiplin ilmu psikologi. Yaitu suatu kondisi kejiwaan seseorang yang merasakan rasa takut yang berlebihan tanpa alasan yang patut dibenarkan. Biasanya kasus ini kita temukan pada orang yang trauma atau memakai sabu-sabu (salah satu jenis narkoba). Tetapi dalam kesempatan ini kita membahas paranoid yang timbul karena kesalahan berfikir, yakni adanya rasa takut yang berlebihan karena tekanan kebodohannya. Contohnya sederhana dalam salah satu pengkaderan yang dilakukan MPM (Mahasiswa Pencinta Musallah) biasanya disebut dengan istilah pesantren kilat, dimana sedini awal ditanamkan (didoktrin) agar jangan baca buku-buku penerbit Mizan, Lentera, dan buku-buku Kiri!. Nanti kamu sesat !, Setelah kita mengetahui beberapa kesalahan berfikir cukuplah kiranya bagi kita untuk tidak melakukannya lagi. Karena ibarat sebuah semesta himpunan yang memiliki anggota seluruh peristiwa yang terjadi dalam diri kita, kemudian dalam diagram venn itu di tengah-tengahnya terdapat himpunan peristiwa yang berdasarkan akal, sedang di luar himpunan itu adalah negasinya, yaitu himpunan peristiwa yang berdasarkan setan. Dengan mengetahui hal-hal yang berdasarkan setan, kita bisa menarik garis pembatas lingkaran yang ada di pusat ini menjadi batas dari akal dan setan. Dan dengan mengetahui garis pembatas ini, dimasa depan kita tidak bakalan terbujuk lagi dengan setan dalam bentuk kesalahan-kesalahan berfikir.
SEKEDAR TAMBAHAN, SETAN JUGA BISA BERBENTUK KESALAHAN BERFIKIR YANG MENGAKIBATKAN PENYAKIT HATI SEPERTI; IRI HATI, SOMBONG, KIKIR, DAN BANYAK LAGI. DAN UNTUK MEMBAHASNYA ITU DI LUAR TEMA LEMBARAN INI DAN KEMAMPUAN KAMI.

1 komentar: